Ada yang salah dengan rentetan rautmu pagi hingga siang ini tadi. Kamu begitu berderu ketika mereka-yang biasanya kau sebut datang saat butuh-menggelayuti kedua tanganmu dan memohon agar kamu mengajaknya, merangkulnya dengan lenganmu yang kuat. Mereka meyakinkanmu bahwa hanya kamu-lah yang bisa membawa kembali sinar yang telah hilang sekian abad yang lalu. Seperti biasanya, jiwa malaikatmu mengangkat mereka dalam ingin dan terwujud. Kamu tersenyum-seperti biasanya-penuh isyarat yang aku artikan sebagai ajakan untuk senantiasa berbuat baik, tanpa peduli masa lalu. Aku menekuk lutut dan sedikit membungkukkan punggungku untuk memberi hormat padamu-setidaknya agar kamu menangkap bahwa aku akan selalu mengingat arti senyummu dan merealisasikannya dalam setiap celah perjalananku.
Ada yang lain dengan tanggapanmu. Kamu tak mengulurkan lengan kananmu dan membangunkanku. Kali ini kamu melewatiku untuk segera memenuhi panggilan dari seorang bidadari yang sayapnya terluka-karena manusia katanya. Kamu membalut lukanya dengan air mata kasih sayangmu dan membaringkannya di dipan pelukmu. Kamu bilang dia akan bisa terbang lagi besok pagi. Tak lupa kamu memberinya daftar teman yang akan menemaninya, setiap saat. Saat itu aku hanya berani melihat kebaikanmu di balik pintu.
Aku begitu mengagumimu.
Kamu milikku? Apakah yang salah itu aku?
Di kayangan tidak semuanya bahagia, ternyata.
Apabila suatu saat sayapku terluka, apakah kamu juga akan mengobati? Eh, maaf, aku bukan bidadari, aku juga lupa bahwa aku tidak bersayap.
No comments:
Post a Comment