1.16.2013

Sesak



Aku tak tahu aku ada dimana. Seperti aku tak mengenali tempat ini padahal setiap hari aku lewati. Aku hanya bisa mendengar nafasku yang beberapa kali tertahan. Tak ada yang merokok. Tak ada mobil yang lewat. Ini bukan karena asap. Aku berlari menuju apotek yang biasanya buka bersamaan dengan langkahku ke sekolah. Kali ini tutup. Kata bapak-bapak yang menyapu jalan ada yang meninggal. Aku tak begitu dengar. Entah pemilik apotek atau anaknya yang meninggal. Aku terlalu sibuk dengan sesak di dadaku. Aku berlari lagi. Kali ini lebih cepat dari lari yang tadi. Merasa tidak aman saja, entah hanya firasat atau memang ada yang mengejarku. Aku berhasil masuk ke bis yang setiap pagi tidak sengaja menjemputku. Ada yang berbeda kali ini, supirnya. Aku tiba-tiba ingat bapak penjaga apotik dan kabar meninggal dari bapak penyapu tadi. Aku terbayang bapak supir biasanya juga meninggal sehingga tidak menjalani rutinitasnya menjemput orang-orang yang diburu banyak kewajiban seperti aku, seperti ibu-ibu yang duduk di sebelahku, seperti pria berkemeja dan penuh keringat yang berdiri di samping ibu-ibu itu. Sekali lagi aku terbayang berita kematian tadi, aku membayangkan ibu-ibu yang ternyata mau ke pasar ini meninggal dan aku tak akan pernah bertemu dengannya lagi. Bersamaan dengan lamunanku tentang ibu itu, ada bapak-bapak berseragam yang memintaku membalas tumpangan berbayarnya ini. Aku tak melihat wajahnya karena tertutup topi dan lembaran uang-uang lusuh di tangannya. “Ini kembaliannya” kata bapak itu dengan tersenyum. Aku ingat dia, dia bapak penjaga apotek. Aku mungkin salah lihat. Aku semakin merasa sesak. Aku seperti dihantui. Entah oleh apa. Aku membuang mukaku ke jalanan pagi yang padat. Berharap bisa menemukan pengganti kalut dan takut di kepalaku. Aku melihat bapak sopir yang membonceng seorang gadis kecil berseragam SD. “Bukannya bapak itu meninggal?” pikirku. Apa aku salah lihat lagi?. Aku menarik nafas panjang. Melihat keadaan bis. Melihat wajah-wajah buru-buru dari semua penumpangnya. Aku mengamati wajah mereka satu per satu dan satu per satu terbayang mereka meninggal. Aku tak akan melihat mereka lagi. Dadaku semakin sesak. Lalu gelap.

No comments:

Post a Comment