Aku tak tahu aku
ada dimana. Seperti aku tak mengenali tempat ini padahal setiap hari aku
lewati. Aku hanya bisa mendengar nafasku yang beberapa kali tertahan. Tak ada
yang merokok. Tak ada mobil yang lewat. Ini bukan karena asap. Aku berlari
menuju apotek yang biasanya buka bersamaan dengan langkahku ke sekolah. Kali
ini tutup. Kata bapak-bapak yang menyapu jalan ada yang meninggal. Aku tak
begitu dengar. Entah pemilik apotek atau anaknya yang meninggal. Aku terlalu sibuk dengan sesak di dadaku. Aku
berlari lagi. Kali ini lebih cepat dari lari yang tadi. Merasa tidak aman saja,
entah hanya firasat atau memang ada yang mengejarku. Aku berhasil masuk ke bis
yang setiap pagi tidak sengaja menjemputku. Ada yang berbeda kali ini,
supirnya. Aku tiba-tiba ingat bapak penjaga apotik dan kabar meninggal dari
bapak penyapu tadi. Aku terbayang bapak supir biasanya juga meninggal sehingga
tidak menjalani rutinitasnya menjemput orang-orang yang diburu banyak kewajiban
seperti aku, seperti ibu-ibu yang duduk di sebelahku, seperti pria berkemeja
dan penuh keringat yang berdiri di samping ibu-ibu itu. Sekali lagi aku
terbayang berita kematian tadi, aku membayangkan ibu-ibu yang ternyata mau ke
pasar ini meninggal dan aku tak akan pernah bertemu dengannya lagi. Bersamaan
dengan lamunanku tentang ibu itu, ada bapak-bapak berseragam yang memintaku
membalas tumpangan berbayarnya ini. Aku tak melihat wajahnya karena tertutup
topi dan lembaran uang-uang lusuh di tangannya. “Ini kembaliannya” kata bapak
itu dengan tersenyum. Aku ingat dia, dia bapak penjaga apotek. Aku mungkin
salah lihat. Aku semakin merasa sesak. Aku seperti dihantui. Entah oleh apa.
Aku membuang mukaku ke jalanan pagi yang padat. Berharap bisa menemukan
pengganti kalut dan takut di kepalaku. Aku melihat bapak sopir yang membonceng
seorang gadis kecil berseragam SD. “Bukannya bapak itu meninggal?” pikirku. Apa
aku salah lihat lagi?. Aku menarik nafas panjang. Melihat keadaan bis. Melihat
wajah-wajah buru-buru dari semua penumpangnya. Aku mengamati wajah mereka
satu per satu dan satu per satu terbayang mereka meninggal. Aku tak akan
melihat mereka lagi. Dadaku semakin sesak. Lalu gelap.
No comments:
Post a Comment