Aku menutup obrolan malam itu dengan doa agar kau segera mendapat cara membuka jalanmu yang buntu.
Kau mengiyakan dan memintaku beristirahat.(Sebenarnya kepalaku yang capek, bukan badanku)
Handphoneku bergetar. (Aku tak berfirasat sama sekali kalau benda ini akan aku miliki sampai hari ini saja)
Namamu muncul dengan pesan yang tak biasa.
Haha. Hatiku tertawa kencang dan mulutku sedikit terangkat setelah beberapa detik terdiam.
"Sepertinya pesan ini bukan untukku"
Hening. Tak ada jawaban.
Lalu hujan permohonan. Kali ini, hati dan mulutku tertawa bersamaan. Hahaha.
Ingin aku bunuh daya handphone serta dirimu yang saat itu jauh dari jangkauanku.
Entahlah, tak ada hal lain di pikiranku selain meninggalkan. (Hal terbaik yang pernah aku lakukan sebelumnya)
Aku belum tidur tapi aku tak apa. Sudah kubilang badanku tak lelah. Malah kini tubuh ini memaksaku untuk tidak diam saja.
Mataku kering. Tak ada yang mengalir. Tak ada penerimaan.
Pagi itu, aku berlari untuk menutupi kesal. Tak peduli sapaan orang, aku terus berlari hingga tepi Seine.
Pedih tapi lega.
Kuurungkan niat memaafkan dan melupakan.
Bir pahit menjadi sarapan.
No comments:
Post a Comment