Aku kurang tahu bagaimana memulai
tulisan ini. Aku ingin menuliskannya seperti aliran air dengan segala hambatan
dalam perjalanannya menuju muara tapi aku buntu. Pandanganku kabur tanpa
kacamataku yang tak lain adalah matamu. Seperti biasanya, aku terlalu rapuh
untuk berdiri.
Aku mencoba untuk menghidupkan
kembali nyala hidupku setelah kamu menghancurkan semuanya. Aku dihantui ciuman
pertama kita. Harusnya ada yang terakhir agar setidaknya aku memiliki kedua
ujung cerita kita. Kamu tidak begitu peduli padaku lagi. Sibuk? Bosan? No reason? Aku menerima semuanya, aku
mencoba mengerti. Saat itu air mata riuh berdesakan ingin menamparmu,
menghujatmu dan memelukmu. Tapi aku hentikan mereka di bidang luas sebelum
kelopak mata. Aku tak mau mereka melihat matamu yang tak memberikan sedikitpun
harapan. Biarkan mereka membeku bersama ketidakterimaanku atas keputusanmu,
meninggalkanku.
Sedikit demi sedikit aku semai
pupuk untuk mematikan rasa. hari demi hari aku habiskan dengan menenggak obat
penghilang ingatan manis. aku hanya ingin mengingat kepahitan selama perjalanan
kita. Aku benar-benar belajar bagaimana membencimu, the love I love most.
Hari-hari pun pada akhirnya
menyerah dan memberikan kesempatan pada suatu hari, mungkin agar aku tidak mati
dalam kesedihan, dalam larutan pengharapan yang mengubur diriku hidup-hidup.
Kamu datang kembali padaku. Katamu kamu telah mencariku kemana-mana untuk
meminta maaf. Kamu menyadari bahwa, katamu, aku yang terbaik, aku yang harusnya
mengisi hatimu. Kamu dibenarkan oleh setiap orang disekitarku. Mungkin luka di
lututmu juga membantumu membuatmu yakin bahwa kamu berkali-kali terjatuh saat
mencariku.
“I learned to live, half alive. I’m too strong to ever fall back in
your arms” kata lagu yang berputar berulang-ulang di kepalaku yang sedang
tak baik kondisinya.
Aku ingin mengeluarkan air mataku
yang sudah keras dan benar-benar beku dan melemparkan semuanya padamu. Aku
ingin meneriakkan semua cacian-bahkan yang paling jahat sekalipun padamu agar
kamu tahu aku pernah sesakit itu. Aku meraih tanganmu, peluk aku.
inspired by: Jar of Hearts – Christina Perri
huwaaahhhh triaassss~
ReplyDeletemoco iki nyesek.
:'(
kyok keadaanku. T.T
looo ndak boleh nanges, arek paski kok nanges :pp sini aku peluk :D
ReplyDeletehatiku kan selembut kapas yas.
ReplyDeletejadinya ya gini, nangisan.
hhahaa
aahh, peyuk peyuk triaasss.
ehhehee.
eh, intip blogku jga yas~