11.02.2012

Maaf

Aku tidak mau ke tempat itu lagi. Rasanya tidak mungkin meninggalkan tempat yang ingin aku kunjungi sejak lama, sejak aku berharap saldo ATMku terisi hingga sekarang, saat saldoku sudah muncrat seperti genangan air terlindas ban mobil. Kemana-mana. 

Maaf memaksamu mengejarku dalam kebosanan kita.

Maaf membuatmu melempar recehan yang aku kumpulkan dan ingin kuberikan padamu namun ternyata tak kau butuhkan.

Maaf karena aku tak sekuat yang kau bayangkan.

Maaf karena telah mempelajari dan menerapkan semantik pragmatik kebahasaan yang mengurungmu dalam ketidakbebasan - harusnya aku lebih mengerti.

Maaf karena aku menyembunyikan air mata diantara pelupuk mataku dan punggungmu.

Maaf karena aku melukai diriku - agar aku jera - agar aku rela mengalah pada setiap kesempatan yang kita miliki.

Kamu tak pernah salah. Kamu adalah Dewa yang kebenarannya tidak dapat dinegasikan. Aku percaya kamu. Aku penyembahmu.

Terimakasih untuk tempat yang kamu berikan, aku selamat sampai di rumah.

Aku tidak akan berkunjung lagi- walau ada coklat enak dan jamur krispi yang kemaren aku sempatkan untuk aku bungkus- walau akhirnya aku lempar ke jalanan. Jamurnya tidak bersalah. Aku hanya takut dia ikut campur urusan kita. Memberikan namanya pada kejenuhan kita.

Entah kamu benar-benar Dewa atau bukan, aku yakin kamu bukan biasa. Kamu lebih dalam segalanya. Kamu malaikat (aku sering menyebutmu seperti itu) atau kamu pangeran dalam penyamaran? Aku tak peduli. Aku tetap pengagummu, penyanjungmu. Semoga tak akan pernah aku dapatkan lagi tatapan jahatmu, suara kerasmu, bantingan tanganmu dan sorot wajahmu yang tak bisa dijelaskan karena menatapnya saja membuatku kalut dan takut semalaman.

Maaf ya

No comments:

Post a Comment