ketika bidang luas tetap tak mampu menampung rintihanku
Ini tadi aku berniat memberanikan diri menyapamu dengan senyumku yang sengaja aku umbar. Aku merasa sudah separuh memilikimu. Aku sudah mengikatmu dengan hartaku yang kamu butuhkan. Aku sungguh tak peduli akan dialog orang lain yang menjatuhkanku dengan mengatakan aku mendapatkanmu dengan cara yang tidak baik, dengan memanfaatkan kekayaan. Aku tak peduli. Yang terpenting aku semakin dekat denganmu. Kamu, sosok yang tanpa ada pun bisa merangkulku, menerbangkanku dalam merah muda pembawa keabadian bahagia.
Ini tadi aku membatalkan niatku untuk mengunjungimu. Aku sadar bahwa aku baru saja dibutakan oleh kesombongan. Aku baru memiliki separuh kamu. Bukan sesuatu yang bisa dipamerkan pada semua yang menginginkanmu. Aku menjatuhkan diriku sendiri, untuk sekian kalinya.
Baru saja aku mendengar ocehan teman sesastraku yang membahas tentang untaian kalimat yang tidak bermajas, malah berpragmatik, berpresuposisi dan tanpa sengaja tertuju padamu. Aku bingung. Aku ingin mengunjungimu tapi aku takut aku menumpahkan air mataku yang selama delapan tahun aku simpan. Aku takut kamu memarahiku lagi seperti dulu.
Aku boleh memiliku utuhmu? Biar separuhnya lagi aku bayar dengan air mataku.
bolehkah aku membagi sedikit rasaku kepadamu. hanya membaginya sedangkan kau tak punya kewajiban untuk membagi rasamu padaku. begitu saja sudah cukup buatku...
ReplyDeletesilahkan, aku menerima sampai yang oedih sekalipun
ReplyDelete